Minggu, 03 April 2011

Sandek Pemuda Pekerja


Masyarakat tanpa teater akan kehilangan cerminnya. Masyarakat tidak pernah berhadapan dengan kenyataan dirinya akan selalu kehilangan kesadaran akan posisinya. Bahkan tanpa seni, masyarakat akan kehilangan kepekaan-kepekaannya yang pada gilirannya akan menjadi masyarakat kasar kalau tidak boleh dikatakan’buas’. ( Arifin C. Noer )

Pementasan Teater “Sandek Pemuda Pekerja

teks Arifin C. Noer, sutradara Taufik Darwis Bandung

Tempat kegiatan : GK. Dewi Asri STSI Bandung.

Hari/ tanggal : Senin, 5 Juli 2010

Waktu : 19.30 WIB - Selesai

Seni teater pada dasarnya merupakan hasil dari sebuah proses yang berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan pikiran dan mental spritual masyarakat di lingkungan kesenian itu sendiri. Proses perkembangan seni ini merupakan hasil tarik menarik sebuah alkuturasi dari berbagai komponen yang kompleks. Sebuah karya teater terbentuk karena di dalamnya memiliki dimensi dan esensi yang lebih dalam. Imajinasi dan kreativitas manusia menjadikan seni itu memiliki nilai, sehingga dapat diapresiasi / dinikmati oleh masyarakat luas.

Kisah dalam naskah ini diawali dengan adegan kejatuhan Sandek di dunia, di mana ayahnya (Waska), Borok dan Ranggong tengah berada pada pengalaman yang memuakan bagi diri mereka sendiri, yakni tak beroleh mati. Maka dari itu mereka bertiga (Waska, Borok dan Ranggong) berencana untuk pergi kegalaksi lain. Tapi sebelum itu dalam di sisa-sisa kepergiannya, Waska “menghukum sekaligus merayakan” kelahiran Sandek untuk merasakan pahitnya hidup, seperti hidup yang menjadikan Waska, Borok dan Ranggong tak mati-mati.

Setelah peristiwa itulah, kisah Sandek Pemuda Pekerja ini bergulir, Sandek yang seharusnya sebagai anak laut dan menjadi pelaut seperti apa yang di katakan Ibunya, “Kamu anak laut anakku, seharusnya kamu di laut”. Tapi karena laut semakin keruh oleh kilang minyak Sandek mau tidak mau harus bekerja di pabrik gelas, pun dengan calon istrinya Oni. Oni harus bekerja sebagai perempuan, karena ayahnya cacat dan ibunya sakit-sakitan. Setelah bekerja, Sandek mulai merasakan dirinya ada dalam ruang yang asing dan terus mendapatkan ketidakwajaran dan peristiwa-peristiwa yang melahirkan pertanyaan untuk dirinya, dirinya yang seharusnya bukan pekerja pabrik. Mulai dari sistim kepemilikan dan kepengelolaan pabrik yang menyebabkan ketidakadilan di pihak pekerja, cara-cara pekerja menuntut haknya, kampungnya yang tergusur dan dicemari limbah, sampai konflik dengan dirinya sendiri.

Di samping itu, yang dimaksud konflik dengan dirinya sendiri adalah konflik dengan takdirnya, biografi bapaknya (Waska) yang juga biografi dirinya, juga konflik dengan keputusan-keputusannya sendiri. Keputusan sebagai pemimpin aksi pemogokan buruh pabrik yang pengetahuannya belum sampai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar